Surat Al-Wāqi`ah


Surat Al-Wāqi`ah

Surat Al-Waqiah format Word/docx

Download Surat Al-Waqiah format word/docx

Surah alwaqiah dan terjemahannya :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang .

إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ ١
1. apabila terjadi hari kiamat,
لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ٢
2. tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya.
خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ ٣
3. Kejadian itu merendahkan satu golongan dan meninggikan golongan yang lain,
إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ رَجًّا ٤
4. apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya,
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا ٥
5. dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya,
فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا ٦
6. Maka jadilah ia debu yang beterbangan,
وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلاثَةً ٧
7. dan kamu menjadi tiga golongan.
فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ٨
8. Yaitu golongan kanan [1448]. Alangkah mulianya golongan kanan itu.
[1448] Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kanan.
وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ٩
9. dan golongan kiri [1449]. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
[1449] Ialah mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kiri.
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ١٠
10. dan orang-orang yang beriman paling dahulu,
أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ ١١
11. mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah.
فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ ١٢
12. berada dalam jannah kenikmatan.
ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ ١٣
13. segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ ١٤
14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian[1450]
[1450] Yang dimaksud adalah umat sebelum Nabi Muhammad dan umat sesudah Nabi Muhammad SAW.
عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ ١٥
15. mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata,
مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ ١٦
16. seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ ١٧
17. mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ ١٨
18. dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir,
لا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنْزِفُونَ ١٩
19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ ٢٠
20. dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ ٢١
21. dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
وَحُورٌ عِينٌ ٢٢
22. dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,
كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ ٢٣
23. laksana mutiara yang tersimpan baik.
جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ٢٤
24. sebagai Balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
لا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا ٢٥
25. mereka tidak mendengar di dalamnya Perkataan yang sia-sia dan tidak pula Perkataan yang menimbulkan dosa,
إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا ٢٦
26. akan tetapi mereka mendengar Ucapan salam.
وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ ٢٧
27. dan golongan kanan, Alangkah bahagianya golongan kanan itu.
فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ ٢٨
28. berada di antara pohon bidara yang tak berduri,
وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ ٢٩
29. dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya,
وَظِلٍّ مَمْدُودٍ ٣٠
30. dan naungan yang terbentang luas,
وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ ٣١
31. dan air yang tercurah,
وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ ٣٢
32. dan buah-buahan yang banyak,
لا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ ٣٣
33. yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya.
وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ ٣٤
34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً ٣٥
35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka Bidadari-bidadari dengan langsung[1451]
[1451] Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis.
فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا ٣٦
36. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.
عُرُبًا أَتْرَابًا ٣٧
37. penuh cinta lagi sebaya umurnya.
لأصْحَابِ الْيَمِينِ ٣٨
38. kami ciptakan mereka untuk golongan kanan,
ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ ٣٩
39. yaitu segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu.
وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ ٤٠
40. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.
وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ ٤١
41. dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ ٤٢
42. dalam siksaan angin yang Amat panas, dan air panas yang mendidih,
وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ ٤٣
43. dan dalam naungan asap yang hitam.
لا بَارِدٍ وَلا كَرِيمٍ ٤٤
44. tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ ٤٥
45. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
وَكَانُوا يُصِرُّونَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ ٤٦
46. dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
وَكَانُوا يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ ٤٧
47. dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila Kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, Apakah Sesungguhnya Kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?
أَوَآبَاؤُنَا الأوَّلُونَ ٤٨
48. Apakah bapak-bapak Kami yang terdahulu juga?"
قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ ٤٩
49. Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian,
لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ ٥٠
50. benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.
ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ ٥١
51. kemudian Sesungguhnya kamu Hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
لآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ ٥٢
52. benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ ٥٣
53. dan akan memenuhi perutmu dengannya.
فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيمِ ٥٤
54. sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيمِ ٥٥
55. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ ٥٦
56. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan".
نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلا تُصَدِّقُونَ ٥٧
57. Kami telah menciptakan kamu, Maka mengapa kamu tidak membenarkan?
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ ٥٨
58. Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ ٥٩
59. kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang menciptakannya?
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ ٦٠
60. Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,
عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لا تَعْلَمُونَ ٦١
61. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu dalam dunia dan menciptakan kamu kelak di akhirat dalam Keadaan yang tidak kamu ketahui.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الأولَى فَلَوْلا تَذَكَّرُونَ ٦٢
62. dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, Maka Mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran untuk penciptaan yang kedua?
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ ٦٣
63. Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.
أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ ٦٤
64. kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ ٦٥
65. kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka jadilah kamu heran dan tercengang.
إِنَّا لَمُغْرَمُونَ ٦٦
66. sambil berkata: "Sesungguhnya Kami benar-benar menderita kerugian",
بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ ٦٧
67. bahkan Kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ ٦٨
68. Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ ٦٩
69. kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?
لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلا تَشْكُرُونَ ٧٠
70. kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah kamu tidak bersyukur?
أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ ٧١
71. Maka Terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan dengan menggosok-gosokkan kayu.
أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ ٧٢
72. kamukah yang menjadikan kayu itu atau kamikah yang menjadikannya?
نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ ٧٣
73. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ ٧٤
74. Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Rabbmu yang Maha besar.
فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ ٧٥
75. Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.
وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ ٧٦
76. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ ٧٧
77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ ٧٨
78. pada kitab yang terpelihara Lauhul Mahfuzh,
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ ٧٩
79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ ٨٠
80. diturunkan dari Rabbil 'alamiin.
أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ ٨١
81. Maka Apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?
وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ ٨٢
82. kamu mengganti rezki yang Allah berikan dengan mendustakan Allah.
فَلَوْلا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ ٨٣

83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ ٨٤
84. Padahal kamu ketika itu melihat,
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ ٨٥

85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat,
فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ ٨٦
86. Maka mengapa jika kamu tidak dikuasai oleh Allah?
تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ٨٧
87. kamu tidak mengembalikan nyawa itu kepada tempatnya jika kamu adalah orang-orang yang benar?

فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ ٨٨
88. Adapun jika Dia orang yang mati Termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah,
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّةُ نَعِيمٍ ٨٩
89. Maka Dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan.
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ ٩٠
90. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan,
فَسَلامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ ٩١
91. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ ٩٢
92. dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,
فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ ٩٣
93. Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih,
وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ ٩٤
94. dan dibakar di dalam Jahannam.
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ ٩٥
95. Sesungguhnya yang disebutkan ini adalah suatu keyakinan yang benar.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ ٩٦
96. Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Rabbmu yang Maha besar.



HUKUM BATALNYA WUDHU ANTARA SUAMI ISTRI / BERSENTUHAN KULIT DENGAN LAWAN JENIS

HUKUM BATALNYA WUDHU ANTARA SUAMI ISTRI

oleh Hj. Ruqaiyah Arifin

Tanya:Ustadzah, saya mau tanya tentang hukumnya bersentuhan kulit antara suami & istri, apakah itu membatalkan wudhu kami apa tidak mohon dijelaskan kalau ada beserta dalilnya (Al Qur’an & Hadist) demikian saya sampaikan, terimakasih atas perhatiannyaHari-Lahat

Jawab:Pak Hari yang baik, pertanyaan anda tentang hukum bersentuhan kulit antara suami-istri “apakah membatalkan wudhu atau tidak”, ada beberapa pendapat fuqaha (ulama ahli fiqh) dalam masalah ini.Sebelumnya perlu anda ketahui, bahwa hukum ini umum, tidak terbatas terhadap istri saja, akan tetapi mencakup seluruh wanita yang halal dinikahi, termasuk istri anda sendiri.Pertama, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (halal untuk dinikahi) tidak membatalkan wudhu, baik persentuhan kedua kulit itu didorong oleh syahwat atau tidak, dengan alasan bahwa firman Allah dalam surah al-Nisa’ ayat 42 yang artinya : “atau ketika kamu menyentuh wanita (maka wajib bersuci)” mengandung arti khusus, yaitu bukannya semata-mata bersentuhan kulit, melainkan jima’ (bersenggama). Oleh karena itu tidak batal kalau terjadi persentuhan kulit saja, dan batal kalau terjadi jima’.

Dan beliau juga menggunakan dalil hadis dari Aisyah ra. : “bahwa Nabi saw. pernah mencium para istrinya, kemudian beliau langsung salat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Diriwayatkan juga bahwa Nabi saw. telah melakukan salat di dalam rumah Aisyah yang sempit, pada waktu itu Aisyah berbaring di dekat beliau. Ketika Nabi sujud tersentuhlah kaki Aisyah.

Pendapat yang kedua adalah pendapat Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa persentuhan dua kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram akan membatalkan wudhu secara mutlak, baik persentuhan itu disertai syahwat atau tidak. Menurut Imam Syafi’i ayat 42 surat al-Nisa’ itu tidak berarti “menyentuh” dengan arti bersenggama (jima’). Kesimpulannya, persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tanpa ada penghalang akan membatalkan wudhu, baik disertai syahwat atau tidak.Dan pendapat yang terakhir adalah pendapat Imam Malik yang mengatakan bahwa persentuhan dua kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak membatalkan wudhu selama itu tidak disertai syahwat.

Sekarang tinggal Anda menyesuaikan sendiri, dengan pendapat mana merasa lebih cocok. Ketiga-tiganya sama-sama mempunyai dasar, baik Qur’an dan hadis.

SUMBER: http://sumsel.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=11496




Apakah bersentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu’ atau tidak? Manakah yang lebih rajih di antara keduanya? Dan apakah hadits yang mengatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم mencium istrinya kemudian shalat tanpa berwudhu lagi, itu umum berlaku untuk kaum Muslimin juga? Jazakallah khairan.

‘Abdullah, Tangerang, 856912xxxx


Jawab:

Tentang laki-laki menyentuh perempuan apakah membatalkan wudhu’ atau tidak, terdapat 3 pendapat Ulama tentang hal ini:[1]

Membatalkan wudhu’. Ini merupakan pendapat Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm. Juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه dan Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما.
Membatalkan wudhu’ jika dengan syahwat. Ini merupakan pendapat Imam Malik رحمه الله dan Imam Ahmad رحمه الله dalam riwayat yang masyhur darinya.
Tidak membatalkan wudhu’. Ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah رحمه الله dan muridnya, yaitu Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Juga pendapat Ibnu Abbas, Thawus, Hasan Bashri, ‘Atha’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Pendapat ketiga inilah yang rajih (kuat). Pendapat kedua nampaknya tidak ada dalil yang mendukungnya. Pendapat pertama berdalil dengan firman Allah عزّوجلّ:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih). (Qs al-Maidah/5:6)

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar رضي الله عنهم mengatakan bahwa makna ‘menyentuh wanita’ di sini adalah menyentuh kulit, bukan jima’.[2]

Namun Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما menyelisihi penafsiran di atas, dia berkata, “(Kata) mass, lams, mubasyarah (semua artinya menyentuh -red) maksudnya adalah jima’, tetapi Allah عزّوجلّ menyebutkan dengan kinayah (sindiran) apa yang Dia kehendaki dengan apa yang Dia kehendaki.”[3]

Jika para Sahabat berbeda pendapat, maka kita memilih pendapat yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah. Dan ternyata yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnu Abbas رضي الله عنهما. Karena banyak hadits yang menyebutkan bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan wanita tidak membatalkan wudhu’. Inilah di antara dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَايَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا

Dari Aisyah رضي الله عنها, Istri Nabi صلى الله عليه وسلم, dia berkata, “Aku tidur di depan Rasulullah صلى الله عليه وسلم (yang sedang shalat -pen), dan kedua kakiku pada kiblat beliau. Jika beliau hendak bersujud, beliau menyentuhku dengan jarinya, lalu aku menarik kedua kakiku. Jika beliau telah berdiri, aku meluruskan kedua kakiku”.[4]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ

Dari Aisyah رضي الله عنها , dia berkata, “Suatu matam aku kehilangan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari tempat tidur, kemudian aku mencarinya, lalu tanganku mengenai kedua telapak kaki beliau sebelah dalam ketika beliau sedang di tempat sujud”.[5]

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa laki-laki menyentuh wanita, atau sebaliknya, tidak membatalkan wudhu’ dan shalat. Jika batal tentulah Nabi tidak melanjutkan shalatnya. Demikian juga Nabi صلى الله عليه وسلم pernah mencium istrinya kemudian tidak berwudhu’, sebagaimana hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Dari ‘Aisyah رضي الله عنها, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menciumnya, dan beliau tidak berwudhu’ (lagi).[6]

Hadits ini juga berlaku bagi umat beliau. Karena semua yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم juga berlaku bagi seluruh umat beliau kecuali yang ditunjukan oleh dalil bahwa hal itu khusus bagi beliau. Sedangkan di sini tidak ada dalil pengkhususan, maka hukumnya juga berlaku bagi umat beliau. Wallahu a’lam.

Disalin dari Majalah As-Sunnah No.11/Thn. XIII_1431 H/ 2010 M, rubrik Soal-Jawab, hal. 7-8

[1] Shahih Fiqh Sunnah 1/138-140
[2] Riwayat at-Thabari, 1/502
[3] Riwayat at-Thabari, no. 9581 dan Ibnu Abi Syaibah 1/166
[4] HR al-Bukhari, no. 382 dan lainnya
[5] HR Muslim, no. 486 dan lainnya
[6] HR Abu Dawud, no. 178, dishahitlkan oleh Syaikh al-Albani

Sumber: http://soaldanjawab.wordpress.com/2012/12/02/bersentuhan-kulit-membatalkan-wudhu/

Quran.com/36

Surat Yasin















Hukum Berkumur Dan Bersiwak Ketika Puasa

بسم الله الرحمن الرحيم


الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Ibnu Taimiyah ditanya tentang hukum berkumur, memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq) dan bersiwak (menyikat gigi) bagi orang yang sedang berpuasa.

Beliau menjawab : Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari’atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :

بَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاق إِلَّا أَنْ تَكُون صَائِمًا

Artinya : "Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah. dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- tidak melarang istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.

Sedangkan bersiwak (menyikat gigi) adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari condong ke barat) hukum makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya bersiwak.

- Kesimpulan :

Berkumur dan Beristinsyaq (memasukkan air ke rongga hidung) adalah diperbolehkan selama tidak berlebih-lebihan. jika ketika berkumur kemudian air masuk sampai rongga tenggorokan maka membatalkan puasa dan harus meng-qodho'nya pada hari yang akan datang.

Bersiwak (menyikat gigi) adalah diberbolehkan ketika puasa dan dalam waktu apa saja, karena tidak ada dalil yang melarang bersiwak (menyikat gigi) ketika berpuasa.



Sumber :
http://www.artikelislami.com/2010/08/hukum-berkumur-dan-bersiwak-ketika.html



Hukum Berkumur Saat Berpuasa

Saya mau tanya, apa hukumnya menurut agama Islam kalau mandi rambut dibasahi dan berkumur pada waktu puasa?
Pengirim : +6281957420xxx

Tidak Apa-apa
TIDAK apa-apa membasahi rambut ketika mandi. Asalkan tidak setiap mandi dibasahi. Dan berkumur waktu puasa juga tak mengapa. Asalkan tidak tertelan atau air tersebut tidak masuk ke tenggorokan.


H Mawardi AS
Ketua MUI Lampung

Editor : soni
Sumber : Tribun Lampung

Sumber :
http://lampung.tribunnews.com/2011/08/05/hukum-berkumur-saat-berpuasa



Hukum Berkumur Saat Berpuasa

Benarkah berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam berwudlu mempengaruhi keabsahan puasa?

Berkumur-kumur atau beristinsyaq (memasukkan air ke hidung) dalam berwudlu itu ada yang mengatakan sunnah sebagaimana madzhab 3 orang imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i. Ada juga yang berpendapat fardhu sebagaimana Imam Ahmad yang mengang-gapnya sebagai bagian dari membasuh muka.

Terlepas apakah hal ini sunnah atau wajib, maka seyogyanya berkumur dan ber-istinsyaq dalam berwudlu janganlah ditinggalkan, baik saat puasa ataupun tidak. Hanya saja, pada waktu berpuasa janganlah memasukkan air terlalu dalam ke rongga hidung seperti halnya ketika tidak berpuasa. “Apabila engkau beristinsyaq, maka bersungguh- sungguhlah kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (HR Syafi’I, Ahmad, Imam yang empat dan Baihaqi)

Orang yang berkumur-kumur dan melakukan istinsyaq saat berwudlu kemudian secara tidak sengaja ada air yang masuk ke tenggorokannya maka puasanya tetap sah. Hal ini juga sama jika tanpa sengaja kemasukan debu, tepung, ataupun lalat yang masuk ke tenggorokannya. Kesemua itu merupakan ketidaksengajaan yang dimaafkan, meskipun ada sebagian ulama’ yang menentang pendapat ini. Begitu pula berkumur-kumur di luar wudhu juga tidak mempe-ngaruhi kesahihan puasa asalkan airnya tidak masuk ke perut (karena sengaja dan berlebihan).

Sumber :
http://ahita.blogspot.com/2009/08/hukum-berkumur-saat-berpuasa.html








Menggosok Gigi di Siang Hari dalam Keadaan Berpuasa

Ditulis oleh Dewan Asatidz

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saya ingin menanyakan apakah boleh kita menggosok gigi pada saat puasa Ramadhan?? Mohon penjelasannya.

Wassalamualaikum wr. wb,

Emilia

Assalamu'alaikum wr. wb.

Dalam sebuah hadist sahih Rasulullah bersabda "Aroma mulut orang yang puasa, lebih harum di sisi Allah dibandingkan dengan aroma minyak misik"(Muslim, Tirmidzi dll).

Berdasakan hadist tersebut, ulama Syafi'i, Maliki dan Hanafi mengatakan ber-siwak, termasuk juga gosok gigi, karena keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu membersihkan mulut, hukumnya makruh setelah waktu masuk waktu dhuhur hingga maghrib. Melakukannya pada waktu pagi hingga siang tetap disunnahkan. Alasannya, karena umumnya seorang yang puasa, aroma mulutnya yang kurang sedap muncul setelah waktu siang. Karena aroma tersebut di sisi Allah mempunyai keutamaan maka makruh menghilangkannya dengan bersiwak atau gosok gigi. Sesuai, pendapat ini sebaiknya melakukan gosok gigi pada pagi hari sebelum waktu dhuhur masuk. Makruh adalah bila ditinggalkan mendapatkan pahala, namun bila dilakukan tidak mendapat dosa. Ketika menggosok gigi sebaiknya tidak berlebih-lebihan, khususnya dalam berkumur karena ini hukumnya makruh, cukup dilakukan sewajarnya saja, karena dikhawatirkan ada air yang tanpa kontrol masuk ke dalam perut hingga membatalkan puasa. Rasulllah mengajari "Kuatkan berkumur (ketika wudlu) kecuali bila kalian sedang puasa".

Demikian juga, sebaiknya tidak menggunakan odol, karena memasukkan sesuatu yang mempunyai rasa ke dalam mulut saat berpuasa hukumnya juga makruh. Ulama Hanbali mengatakan tidak apa-apa melakukan siwak/gosok gigi dalam keadaan puasa, seperti riwayat Amir bin Rabi'ah " Aku melihat Rasulullah s.a.w. melakukan siwak tak terhitung, padahal beliau puasa".

Wassalam

Muhammad Niam


Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=820&Itemid=1


Kontroversi Hukum Sikat Gigi / Siwak Saat Puasa
Saat bulan puasa seperti ini, kita sering mendapati sebagian saudara kita yang tidak mau melakukan siwakan atau tidak mau menggosok giginya dengan alasan hukumnya adalah makruh. Lantas bagaimanakah hukumnya yang sebenarnya? Mari kita bahas berikut ini.

Para ulama berselisih mengenai hukum bersiwak saat puasa. Secara umum mereka terbelah ke dalam dua pendapat.

Pendapat pertama; Hukum bersiwak saat berpuasa tidak makruh secara mutlak.

Yang berpendapat seperti ini adalah Umar bin Khathab, Ibnu Abbas, Aisyah, Urwah bin Zubair, Ibnu Sirin, an-Nakh'i, Abu Hanifah, Malik, Abu Syamah, Ibnu Abdissalam, Nawawi (pendapat yang beliau rajihkan dari segi dalil), al-Muzanni, dan Ibnu Hajar.

Pendapat kedua; Hukum bersiwak saat berpuasa, khususnya ketika matahari telah condong dari tengah-tengah siang, adalah makruh.

Yang berpendapat seperti ini adalah Atha', Mujahid, Syafi'i, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur.

Argumen Masing-Masing Pendapat

Agumen pendapat pertama

1. Hadits-hadits tentang siwak yang secara umum memerintahkan bersiwak tanpa batasan waktu.

Di antaranya sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

السواك مطهرة للفم مرضاة للرب.

"Bersiwak itu menjadikan mulut bersih dan diridhai Tuhan." (HR. Ahmad; hadits shahih)

Beliau juga bersabda,

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة.

"Seandainya aku tidak takut memberatkan atas umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap (akan) shalat." (Muttafaq Alaih)

Tanggapan:

Ini adalah dalil-dalil umum yang ditakhshis oleh dalil-dalil khusus tentang makruhnya bersiwak saat berpuasa.

Bantahan atas tanggapan:

Jika memang dalil-dalil khusus tersebut shahih, kami akan menerimanya, tetapi jika dalil-dalil khusus tersebut tidak shahih, maka kami tidak menerimanya.

2. Atsar dari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu.

Abdurrahman bin Ghanam berkata, "Aku bertanya kepada Mu'adz bin Jabal, 'Apakah aku bersiwak saat berpuasa?' Mu'adz menjawab, 'Ya.' Aku bertanya, 'Pada saat apakah ketika siang?' Mu'adz menjawab, 'Pagi atau sore.' Aku berkata, 'Sesungguhnya orang-orang memakruhkannya pada waktu sore dan mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya bau mulut yang tidak enak dari orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik.' Mu'adz berkata, 'Subhanallah! Sesungguhnya beliau telah memerintahkan mereka dengan bersiwak. Adapun perintah mereka untuk mengeringkan mulut mereka secara sengaja tidak mengandung kebaikan apa-apa, bahkan mengandung keburukan." (HR. Thabrani dengan sanad jayyid sebagaimana yang dikatakan al-Hafizh dalam at-Talkhis [3/50])

Argumen pendapat yang mengatakan makruh

1. Hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

والذي نفس محمد بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك.



"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut tidak enak orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik." (Muslim, Ahmad, Nasa'i, dan lainnya; hadits shahih)Kemuliaan bau mulut yang tidak enak dari orang berpuasa patut dijaga karena ia lebih mulia daripada minyak misik.Tanggapan:

Istidlal dengan hadits ini tidak tepat, karena hadits ini tidak mengandung larangan untuk bersiwak saat berpuasa, sementara hukum makruh atau haram itu harus didasarkan dengan adanya larangan dari syara'. Hadits ini hanya menjelaskan keutamaan orang yang berpuasa yang biasanya bau mulutnya menjadi tidak sedap dan tidak memerintahkan agar sengaja untuk berbau mulut tidak sedap. Di sampaing itu, Ibnul Arabi (at-Talkhis, 3/50) dan Imam ash-Shan'ani (Subul as-Salam, 1/105) telah menjelaskan bahwa bau tidak enak mulut itu berasal dari dalam perut yang tidak dapat dihilangkan dengan bersiwak.

2. Diriwayatkan dari Ali bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا صمتم فاستكاوا بالغداة ولا تستاكوا بالعشي؛ فإنه ليس من صائم تيبس شفتاه بالعشي إلا كان نوراً بين عينيه يوم القيامة.

"Jika kalian berpuasa, maka bersiwaklah pada waktu pagi dan jangan bersiwak pada waktu sore, karena sesunguhnya tidak ada (balasan bagi) orang yang berpuasa yang kedua bibirnya kering pada waktu sore kecuali akan menjadi cahaya di depan kedua matanya pada hari kiamat." (HR. Baihaqi, Thabrani, Bazzar, dan Daruquthni)

Tanggapan:

Hadits ini dhaif karena di dalam sanadnya ada perawi Kaisan Abu Umar al-Qashar. Imam Ahmad, Ibnu Main, as-Saji dan Daruqtni mendhaifkannya. Lihat Tahdzib at-Tahdzib (3/396). Ibnu Hajar juga mendhaifkannya dalam at-Talkhis (1/62)

Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan hujjah. Di samping itu, hadits tersebut menjelaskan keringnya dua bibir orang yang berpuasa. Sementara siwak itu untuk mulut, bukan untuk bibir.

3. Abu Hurairah Radhiyallahu Anha berkata,

لك السواك إلى العصر، فإذا صليت العصر فألقه ،فإني سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول : " خلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك".

"Kamu boleh bersiwak hingga waktu ashar. Jika kamu telah shalat ashar, maka letakkanlah (tinggalkanlah) siwak, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Bau mulut yang tidak sedap dari orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik.'" (HR. Daruquthni dan Baihaqi)

Tanggapan:

Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Amr bin Qais. Ibnu Hibban telah mendhaifkannya dalam kitab al-Majruhin (2/85), karena dia suka sendau gurau, memutarbalik sanad dan meriwayatkan yang bukan-bukan dari para perawi tsiqah. Imam Dzahabi dalam komentarnya atas Sunan Baihaqi (4/1650-1651)mengatakan bahwa Amr bin Qais adalah perawi yang amat lemah.

Kesimpulan:

Setelah melakukan telaah dan perbandingan atas hujjah-hujjah yang dijadikan sandaran oleh masing-masing pendapat di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan bersiwak itu sunnah setiap saat, termasuk ketika sedang berpuasa adalah pendapat yang rajih. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa bersiwak itu makruh bagi orang yang berpuasa, khususnya ketika setelah zawal (sebagian pendapat mengatakan setelah ashar) adalah pendapat yang lemah. Wallahu a'lam.



Oleh : Ibnu Main

http://wong-elite.blogspot.com/2010/08/kontroversi-hukum-sikat-gigi-siwak-saat.html


Tata cara wudlu yang benar


Sumber: http://abu0mushlih.wordpress.com/2008/11/26/bagaimanakah-tata-cara-wudhu-yang-benar/

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Seperti apakah tata cara wudhu yang sesuai syari’at?”. Maka beliau menjawab :

Tata cara wudhu yang dituntunkan oleh syari’at ada dua macam :

[1] Tata cara wudhu yang wajib dan tidak sah wudhu kecuali dengan melakukannya, yaitu tata cara yang disebutkan dalam firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka basuhlah wajahmu, kedua tanganmu hingga siku, dan usaplah kepalamu lalu (basuhlah) kakimu sampai mata kaki.” (QS. Al-Maa’idah : 6). Yaitu dengan membasuh wajah sekali dan termasuk di dalamnya berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung (istinsyaq) -lalu
mengeluarkannya/instintsar, pent-, membasuh kedua tangan sampai siku dimulai dari ujung-ujung jari sampai siku sekali. Dan orang yang berwudhu harus memperhatikan kedua telapak tangannya ketika membasuh kedua lengannya sehingga dia benar-benar membasuhnya bersama dengan basuhan untuk kedua lengan itu, sebab sebagian orang melalaikannya dan tidak membasuh kecuali hanya lengannya saja, padahal ini adalah kesalahan. Kemudian mengusap kepala sekali -dan termasuk bagian kepala yang harus diusap adalah kedua daun telinga-, dan membasuh kedua kaki dari bawah sampai kedua mata kaki sekali. Inilah tata cara yang harus dilakukan.

[2] Adapun tata cara wudhu yang kedua adalah tata cara yang sunnah/dianjurkan. Kami akan menjelaskannya tata caranya -dengan pertolongan Allah- sebagai berikut : membaca basmalah sebelum wudhu, lalu membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur, beristinsyaq 3 kali (disertai istintsar tntu saja, pent) dengan tiga kali cidukan telapak tangan, lalu membasuh wajahnya 3 kali, lalu membasuh tangannya 3 kali-3 kali dengan dimulai tangan kanan lalu setelah selesai (3 kali) baru tangan kiri (3 kali). Lalu mengusap kepalanya sekali saja; dibasahi dengan kedua telapak tangannya lalu dilewatkan/diusapkan mulai dari bagian depan kepalanya ke belakang lalu kembali lagi ke depan. Lalu mengusap kedua telinganya dengan memasukkan jari telunjuknya ke lubang telinga dan mengusap bagian luar daun telinga dengan ibu jarinya. Lalu membasuh kedua kaki sampai mata kaki sebanyak 3 kali-3 kali dengan mendahulukan yang kanan lalu yang kiri. Setelah selesai membaca doa, ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh, Allahummaj’alni minat tawwabiina waj’alni minal mutathahhiriin.

Maka apabila dia melakukan itu semua niscaya delapan pintu surga akan terbuka baginya, dan dia dipersilakan untuk masuk melalui pintu mana pun yang dia suka. Demikian itulah sebagaimana hadits yang sahih diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang dituturkan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu

(HR. Muslim kitab Thaharah Bab dzikir mustahab setelah wudhu 234).
Diterjemahkan dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 223-224

Tambahan :

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dan dianjurkan pula untuk menambahkan doa lain setelah doa tersebut (asyhadu anlaa ilaaha illallaah dst) dengan membaca doa yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i di dalam kitabnya Amal Al-Yaum wa Al-Lailah secara marfu’, ‘Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu anlaa ilaaha illa anta wahdaka laa syariika lak astaghfiruka wa atuubu ilaik’. Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i) berpendapat bahwa dzikir-dzikir ini juga dianjurkan dibaca oleh orang yang mandi besar, wallahu a’lam.” (Syarh Muslim, 2/23).


Hukum Berwudhu’ Dalam Keadaan Telanjang

Soal :

Seperti dimaklumi aurat kaum lelaki mulai dari pusar hingga lutut. Bagaimanakah hukumnya bila ia berwudhu' dalam keadaan telanjang atau mengenakan celana pendek yang tidak menutup lututnya?

Jawab :

Alhamdulillah, wudhu'nya sah. Sebab membuka aurat dan mengenakan celana pendek bukanlah pembatal wudhu'. Hanya saja ia tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan kaum wanita selain istrinya atau budak perempuannya, yaitu budak yang boleh digaulinya.

Fatawa Lajnah Daimah V/235.


Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/544/hukum-berwudhu-dalam-keadaan-telanjang#ixzz190gzSA5H

Sumber lain:

Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Ya’la bin Umayyah , orang yang mandi diperintahkan untuk tertutup tidak terbuka (telanjang)
“ Sesungguhnya Rasulullh saw melihat seseorang mandi di tempata terbuka dalam keadaan telanjang, maka ketika naik mimbar dan sudah membaca tahmid memuji kepada Allah, beliau bersabda,”Sesungguhnya Allah itu mempunyai sifat malu dan menutup diri, maka mencintai kepada orang yang mempunyai malu dan menutup diri (ketika mandi), karena itu apabila salah seorang diantara kamu mandi hendaknya ia menutup diri (HR. Abu Dawud dan An Nasaiy)

mengenai syah tidaknya wudhu dalam keadaan telanjang di waktu mandi, belum menemukan dalilnya. Yang ditemukan adalah, ketika Nabi saw mandi beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya lalu kemaluannya kemudian melakukan wudhu dan seterusnya. Demikian riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah. Dan berdasarkan riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasay, dan At Tirmidzi, serta Ibnu Majah dari Aisyah ra, nabi tidak berwudhu lagi setelah mandi janabah.

Dalam hadits tidak diterangkan apakah nabi mandi dalam keadaan telanjang atau tidak. Karena tidak ada yang menerangkan tentang itu. Tidak ada yang menerangkan wudhu harus dalam keadaan tertutup dan tidak ada pula larangan wudhu dalam keadaan telanjang. Dengan demikian tidak ada alas an mengatakan bahwa wudhu dalam keadaan telanjang adalah tidak syah.

Sumber: http://qiblati.com/hukum-wudhu-berhadats-atau-telanjang.html:

"Jika yang anda maksudkan adalah terjadinya hadats kecil seperti buang angin saat wudhu, maka wajib mengulang wudhu dari awal dikarenakan hadats kecil membatalkan wudhu.
Adapun wudhu dalam keadaan telanjang, misalnya saat mandi, maka yang demikian tidaklah terlarang, akan tetapi haram menyingkap aurat dengan adanya orang lain selain istrinya. Wallahu a`lam."

Sumber http://www.islam-qa.com/id/ref/2167:
Hukum Berwudhu' Dalam Keadaan Telanjang
Seperti dimaklumi aurat kaum lelaki mulai dari pusar hingga lutut. Bagaimanakah hukumnya bila ia berwudhu' dalam keadaan telanjang atau mengenakan celana pendek yang tidak menutup lututnya?
Alhamdulillah, wudhu'nya sah. Sebab membuka aurat dan mengenakan celana pendek bukanlah pembatal wudhu'. Hanya saja ia tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan kaum wanita selain istrinya atau budak perempuannya, yaitu budak yang boleh digaulinya.
Fatawa Lajnah Daimah V/235.


Sumber: Quraish Shihab:

Bagaimana hukum berwudhu sambil telanjang?

Jawab:

Dari segi hukum, berwudhu dalam keadaan telanjang sah-sah saja. Memang, terbukanya aurat sehingga terlihat oleh yang lain tidak dibenarkan agama, tetapi itu bukan syarat sahnya wudhu. Di sisi lain, perlu diketahui bahwa seseorang yang berwudhu adalah orang yang sedang menyucikan badannya, lagi sedang siap menghadap Allah. Ini hendaknya dilakukan dengan persiapan mental yang baik. Oleh karena itu, banyak anjuran yang berkaitan dengan berwudhu, antara lain tidak berbicara kecuali perlu, dan membaca doa setelah selesai berwudhu, yaitu berupa syahadat dan "Allahumma aj-'alni minattawabin waj'alni minal al-muthathahhirin" (Ya Allah, jadikanlah aku dalam kelompok orang-orang yang disucikan (lahir dan batin)) serta bershalawat kepada Nabi saw. Demikianlah, Wallahu a’lam.

(M Quraish Shihab)

Sumber: http://ustadzaris.com/sahkah-wudhu-dalam-keadaan-telanjang:

Sahkah Wudhu dalam Keadaan Telanjang

Published: 9 Oktober 2010

صحة وضوء الإنسان وهو متجرد من ثيابه.

Sahnya Wudhu dalam kondisi telanjang

السؤال
:
سؤال من : ع . ع – من العراق يقول : هل يصح الوضوء والإنسان متعر تماما بعد استحمامه في مكان واحد؟

Pertanyaan dari seseorang yang tinggal di Irak, “Apakah sah berwudhu di kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat setelah selesai mandi?”

الجواب:
لا أعلم حرجا في أن يتوضأ الإنسان وهو عار تبعا للغسل ، وإن بدأ بالوضوء قبل الغسل فهو الأفضل؛ لفعل النبي صلى الله عليه وسلم ، فإنه كان يتوضأ ثم يغتسل للجنابة .

Jawaban Ibnu Baz, “Aku tidak mengetahui adanya larangan berwudhu dalam kondisi telanjang setelah selesai mandi.


Penerima Zakat

Delapan Asnaf

Zakat mal dan zakat fitrah harus diberikan kepada siapa yang disebut dalam Al Qur'an (surat At Taubah, 9 : 60) "Sesungguhnya zakat zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana..

Itulah yang biasa disebut delapan asnaf. Dari delapan asnaf itu di Indonesia tidak ada riqab dalam arti memerdekakan budak. Sebab di Indonesia tidak ada budak yang dimaksud itu.

Fakir, "Fakir dalam persoalan zakat ialah orang yang tidak mempunyai barang yang berharga dan tidak mempunyai kekayaan dan usaha sehingga dia sangat perlu ditolong keperluannya".
Miskin, Sekali lagi bahwa zakat itu hutang kepada Allah : "Miskin dalam persoalan zakat ialah orang yang mempunyai barang yang berharga atau pekerjaan yang dapat menutup sebagian hajatnya akan tetapi tidak mencukupinya, seperti orang memerlukan sepuluh dirham tapi hanya memiliki tujuh dirham saja. Jadi dengan kaidah di atas, bahwa fakir itu lebih parah dari miskin.
Amil, "Amil ialah orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat, menyimpannya, membaginya kepada yang berhak dan mengerjakan pembukuannya"
Mualaf
Mualaf ada 4 macam :

Pertama : Mualaf muslim ialah orang yang sudah masuk Islam tapi niatnya atau imannya masih lemah,maka diperkuat dengan diberi Zakat.

Kedua : Orang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka di kalangan kaumnya. Ia diberi zakat dengan harapan kawan kawannya akan tertarik masuk Islam.

Ketiga : Mualaf yang dapat membendung kejahatan orang kafir yang di sampingnya.

Keempat : Mualaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang membayar zakat.

Bagian ketiga dan keempat kita beri zakat sekiranya mereka kita perlukan, misalnya karena mereka kita beri zakat, maka kita tidak usah menyediakan angkatan bersenjata guna menghadapi kaum kafir atau pembangkang zakat yang biayanya pun akan lebih besar. Adapun polongan pertama dan kedua maka kita beri zakat tanpa syarat".

Riqab, Yang artinya mukatab ialah budak belian yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar ia dapat menebus dirinya untuk merdeka. Dalam hal ini ada syarat, bahwa yang menguasai atau memilikinya sebagai budak belian itu bukan si muzakki sendiri sebab jika demikian maka uang zakat itu akan kembali kepadanya saja. Demikian Al Bajuri jilid 1 halaman 294 : "Adapun mukatab oleh atau bagi muzakki tidak boleh diberi zakatnya, karena faidah pemberian zakat itu akan kembali kepadanya".
Gharim
Gharim ada tiga macam :

Pertama : orang yang meminjam guna menghindarkan fitnah atau mendamaikan pertikian/permusuhan.

Kedua : orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau keluarganya untuk hajat yang mubah.

Ketiga : orang yang meminjam karena tanggungan, misalnya para pengurus masjid, madrasah atau pesantren menanggung pinjaman guna keperluan masjid, madrasah atau pesantren itu"

Sabilillah., "Sabilillah ialah jalan yang dapat menyampaikan sesuatu karena ridla Allah baik berupa ilmu maupun amal. Jumhur Ulama mengartikan sabilillah di sini adalah perang. Bagian sabilillah (dari zakat) itu diberikan kepada para angkatan bersenjata yang lillahi-ta'ala artinya tidak mendapat gaji dari pemerintah." Pada zaman ini yang paling pentig bagian sabilillah itu ialah guna membiayai para propagandis Islam dan mengirim mereka ke negara-negara non Islam guna penyiaran agama Islam oleh lembaga lembaga Islam yang cukup teratur dan terorganisasi. Termasuk sabilillah ialah nafkah para guru-guru sekolah yang mengajarkan ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya yang diperlukan oleh masyarakat umum" Soal sabilillah ini sebaiknya kita mengambil faham yang luas, sebab jika mengambil faham yang sempit sekarang ini di Indonesia tidak ada sabilillah.
Ibnussabil, "Adapun ibnusabil ialah orang yang mengadakan perjalanan dari negara di mana dikeluarkan zakat, atau melewati negara itu. Dia dia diberi zakat jika memang menghajatkan dan tidak bepergian untuk ma'siat".
Bagian ini tidak setiap waktu ada, akan tetapi baiklah untuk itu disediakan sekedarya.

Beberapa ketentuan khusus

a. Pengaturan bagi fakir miskin

Bila hasil pengumpulan zakat cukup banyak, seharusnya pembagian untuk para fakir miskin diatur demikian : "Fakir miskin yang biasa berdagang (ada pengalaman dan pengetahuan berdagang) diberi modal berdagang yang besarnya diperkirakan keuntungannya cukup guna biaya hidup, agar sekali diberi untuk selamanya. Atau mereka dapat bekerja sebagai tukang kayu, batu dan lain-lainnya, mereka diberi alat alatnya agar dengan alat-alat itu mereka bekerja sehingga sekali diberi alat untuk selamanya. Jika berdagang tidak dapat, bertukang pun tidak dapat, ia akan diberi bekal seumur ghalib (umur rata-rata 63 tahun). Iman Kurdi berpendapat bahwa bukanlah kepada orang yang tidak dapat berdagang maupun bertukang itu langsung diberi uang yang mencukupi hidupnya seumur Ghalib; tetapi yang dimaksud orang itu diberi modal yang sekiranya hasil yang diperoleh dari modal itu dapat mencukupi hidupnya. Oleh karena itu maka modal itu harus dibelikan tanah pekarangan atau binatang ternak; apabila ia mempunyai kemahiran mengolah/memeliharanya."

Dengan dasar keterangan di atas, maka harta zakat itu baik sekali dijadikan modal usaha, misalnya sepuluh orang fakir, hasil mereka dari zakat dijadikan modal semisal pabrik tahu. Mereka bekerja bersama dan hasilnya dimakan bersama pula. Zakat dalam Al-Qur'an kadang-kadang disebut dengan kata shadaqah misalnya : dan kadang-kadang disebut dengan kata infak, misalnya : Zakat hukumnya wajib, sedangkan shadaqah jika dimaksud zakat maka hukumnya wajib juga, tapi shadaqah yang tidak dimaksud zakat maka hukumnya sunat. Adapun infak jika dimaksud zakat maka hukumnya wajib, tetapi infak yang tidak dimaksudkan zakat maka hukumnya ada yang wajib juga seperti infak kepada isteri, orang tua dan anak. Jawab Rasulullah : Betul pendapat Ibnu Mas'ud itu, suamimu dan anak-anakmu adalah orang yang lebih berhak menerima shadaqahmu/zakatmu. Hadis itu diriwayatkan oleh Bukhari.

b. Zakat kepada sanak kerabat

Memberikan zakat kepada sanak kerabat itu demikian baiknya, karena selain memberi akan berarti juga merapatkan persaudaraan (silaturahim). Adapun yang dimaksud sanak kerabat itu misalnya saudara laki-laki atau perempuan, paman, bibik, uwak dan lain-lain asal mereka termasuk mustahik.
Demikian sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan Tirmidzi sebagai hadis hasan. "Shadaqah kepada orang miskin (yang bukan kerabat) itu mendapat pahala sadaqah, sedangkan sadaqah kepada si miskin yang kerabat itu mendapat dua pahala, pahala silaturahim dan pahala sadaqah".

c. Zakat kepada pencari ilmu

Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika yang dipelajari itu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh agama, dan mereka karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah. Demikian kitab Fikhussunnah jilid I halaman 407 : "Jika orang dapat berusaha mencari nafkah dengan cara yang sesuai dengan keadaannya akan tetapi ia masih sibuk menghasilkan ilmu syariat, dan sekiranya ia berusaha mencari nafkah maka akan terputus usaha mencari ilmu itu, maka kepadanya boleh diberikan zakat karena menghasilkan ilmu yang serupa itu hukumnya fardu kifayah" Adapun pelajar, mahasiswa yang tidak ada harapan berhasil belajarnya, kepada mereka tidak boleh diberikan zakat. "Adapun orang yang menurut perhitungan tidak akan menghasilkan pelajarannya, maka tidak halal zakat baginya sekiranya ia dapat berusaha, meskipun nyatanya ia masih duduk dibangku sekolah".

d. Zakat kepada suami yang fakir

Seorang isteri yang memiliki kekayaan berupa barang yang wajib dizakati dan barang itu telah cukup senisab, maka ia boleh mernberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahik dan zakat yang diterimanya tidak akan dijadikan nafkah kepada isterinya. Dalam hal ini ada dasar hukum dari hadis Bukhari : "Abu Said Al Hudri mengatakan, bahwa Zainab isteri Adu Mas'ud berkata : Wahai Rasulullah, Engkau hari ini memerintahkan bershadaqah/berzakat. Saya mempunyai perhiasan dan akan saya shadaqahkan/saya zakati, sedangkan Ibnu Mas'ud (suamiku) berpendapat, bahwa ia dan anak anaknya adalah orang~rang yang lebih berhak menerima shadaqah/zakatku. Maka Rasulullah bersabda pendapat Ibnu Mas'ud itu betul, bahwa suami dan anakmu lebih berhak daripada orang lain untuk menerima shadaqahmu" Riwayat Bukhari.

e. Zakat kepada orang shaleh

Diseyogyakan zakat dibenkan kepada ahli-ahli ilmu dan orang-orang yang baik adab kesopanannya. Orang yang bila diberi zakat akan dipergunakan untuk maksiat, maka orang semacam itu janganlah diberi zakat.

Dalam hal itu Abu Said Al Hudri meriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda : "Gambaran orang mukmin dengan imannya seperti kuda dengan tali ikatnya, sekali sekali kuda itu lepas tapi kembali lagi kepada tali ikat itu. Demikian orang mukmin kadang kadang lupa tetapi kembali lagi kepada imannya. Berikanlah makanan kepada orang-orang yang takwa dan orang-orang mukmin yang baik-baik".

Adapun orang yang dianggapnya kurang baik, akan tetapi jika diberi zakat ada harapan akan baik, maka orang serupa itu sebaiknya diberi. Demikian Kitab Fikhussunnah jilid I halaman 405 : "Kecuali bila pemberian zakat itu dapat menghadapkan mereka ke arah yang baik dan membantu mereka guna perbaikan diri mereka".

( SUMBER: http://www.lazyaumil.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=110)



PENERIMA ZAKAT-2

Penerima zakat ialah delapan golongan yang disebutkan Allah Azza wa Jalla di
kitab-Nya. Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana" [At-Taubah : 60]

Penjelasan tentang kedelapan penerima tersebut adalah sebagai berikut

[1] Orang-orang Fakir.
Orang fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya
dan kebutuhan orang-orang yang ia tanggung. Kebutuhan itu berupa makanan, atau
minuman, atau pakaian, atau tempat tinggal, kendati ia mempunyai harta
se-nishab.

[2] Orang Miskin.
Bisa jadi orang miskin itu kefakirannya lebih ringan, atau lebih berat daripada
orang fakir. Hanya saja hukum keduanya adalah satu dalam segala hal. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendefinisikan orang miskin dalam
hadits-haditsnya, misalnya beliau bersabda.

"Artinya : Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia dan bisa
disuruh pulang oleh sesuap makanan, atau dua suap makanan, atau satu kurma,
atau dua kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan
yang membuatnya kaya, tidak diketahui kemudian perlu diberi sedekah, dan tidak
meminta-minta manusia" [Diriwayatkan Bukhari]

[3] Pengurus Zakat.
Yaitu pemungut zakat, atau orang-orang yang mengumpulkannya, atau orang yang
menakarnya, atau penulisnya di dokumen. Petugas Zakat diberi upah dari zakat
kendati orang kaya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi lima orang
petugasnya, orang yang membeli zakat dengan hartanya, orang yang berhutang,
pejuang di jalan Allah atau orang miskin yang bersedekah dengannya kemudian
menghadiahkannya kepada orang kaya" [Diriwayatkan Ahmad]

[4] Orang-orang yang dibujuk hatinya.
Yaitu orang-orang yang lemah ke-Islamannya dan orang yang berpengaruh di
kaummnya. Ia diberi zakat untuk membujuk hatinya dan mengarahkannya kepada
Islam dengan harapan ia bermanfaat bagi orang banyak atau kejahatannya
terhenti. Zakat juga boleh diberikan kepada orang kafir yang diharapkan bisa
beriman atau kaumnya bisa beriman. Ia diberi zakat untuk mengajak mereka
kepada Islam dan membuat mereka cinta Islam.

Jatah ini bisa diperluas distribusinya kepada semua pihak yang dapat mewujudkan
kemaslahatan bagi Islam dan kaum Muslimin, misalnya para wartawan atau penulis.

[5] Memerdekakan Budak.
Yang dimaksud dengan point ini ialah bahwa seorang Muslim mempunyai budak,
kemudian dibeli dari uang zakat dan dimerdekakan di jalan Allah. Atau ia
mempunyai budak mukatib (budak yang membebaskan dirinya dengan membayar
sejumlah uang kepada pemiliknya), kemudian ia diberi uang zakat yang bisa
menutup kebutuhan pembayaran dirinya, hingga ia bisa menjadi orang merdeka.

[6] Orang-orang yang Berhutang
Yaitu orang-orang yang berhutang tidak di jalan kemaksiatan kepada Allah,
Rasul-Nya, dan mendapatkan kesulitan untuk membayarnya. Ia diberi zakat untuk
melunasi hutangnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi tiga orang : Orang
yang sangat Miskin, atau orang yang berhutang banyak, atau orang yang
menanggung diyat (ganti rugi karena luka, atau pembunuhan)" [Diriwayatkan
At-Timridzi dan ia meng-hasan-kannya]

[7] Di jalan Allah.
Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah Ta'ala dan
Surga-Nya, terutama jihad untuk meninggikan kalimat-Nya. Jadi penjuang di jalan
Allah Ta'ala diberi zakat kendati dia orang kaya. Jatah ini berlaku umum bagi
seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum agama, misalnya pembangunan rumah-rumah
sakit, pembangunan sekolah-sekolah, dan pembangunan panti asuhan anak-anak
yatim. Tapi yang harus didahulukan ialah yang terkait dengan jihad, misalya
penyiapan senjata, perbekalan, pasukan, dan seluruh kebutuhan jihad di jalan
Allah Ta'ala.

[8] Ibnu Sabil.
Yaitu musafir yang terputus dari negerinya yang jauh. Ia diberi zakat yang bisa
menutupi kebutuhannya di tengah-tengah keterasingannya kendati ia kaya di
negerinya. Ia diberi zakat karena ia terancam miskin di perjalanannya dan ini
dengan syarat tidak ada orang yang meminjaminya uang yang bisa memenuhi
kebutuhannya. Jika ia memungkinkan bisa pinjam uang kepada seseorang, ia wajib
meminjamnya dan tidak berhak diberi zakat selagi ia kaya di negerinya.

Kemudian, saya ringkaskan Catatan tambahan dari Syaikh Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi.

Catatan.
[1]. Jika seorang muslim menyerahkan zakat hartanya kepada kelompok manapun di
antara kedelapan kelompok di atas, maka sah. Hanya saja, ia harus memberikannya
kepada pihak yang paling membutuhkan dan paling besar kebutuhannya. Jika
zakatnya berupa uang yang banyak, kemudian ia membagi-bagikannya kepada
masing-masing kedelapan kelompok tersebut, maka itu baik sekali.

[2]. Orang muslim tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang wajib ia
nafkahi, misalnya kedua orang tuanya, atau anak-anaknya, dan seterusnya, serta
isteri-isterinya, karena ia berkewajiban menafkahi mereka.

[5]. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, atau orang fasik seperti
orang yang meninggalkan shalat, orang yang melecehkan syariat Islam, dan lain
sebagainya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya
: Zakat diambil dari orang-orang kaya mereka, dan dikembalikan kepada
orang-orang fakir mereka".
Maksudnya ialah zakat diambil dari orang-orang kaya kaum Muslimin dan
dikembalikan kepada orang-orang fakir kaum Muslimin. Zakat juga tidak boleh
diberikan kepada orang kaya dan orang kuat yang bisa kerja, karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Orang kaya tidak mempunyai bagian terhadap zakat dan juga orang uat
yang bisa kerja" [Diriwayatkan Ahmad]
Maksudnya orang yang bisa kerja sesuai dengan kadar kecukupannya.

[6]. Zakat tidak boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain yang jauhnya
sejauh perjalanan yang dibenarkan melakukan shalat qashar, atau lebih, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Zakat itu dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka" Para ulama
mengecualikan jika disuatu negeri tidak ada orang-orang fakir atau suatu negeri
mempunyai kebutuhan yang sangat besar, maka zakat boleh di pindah ke negeri
yang di dalamnya terdapat orang-orang fakir. Tugas ini dilaksanakan imam
(pemimpin) atau wakilnya.

[8] Zakat tidak sah kecuali dengan meniatkannya. Jika seseorang membayar zakat
tanpa meniatkannya, maka tidak sah, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya semua amal perbuatan itu harus dengan niat, dan setiap
orang itu sesuai dengan niatnya".
Jadi orang yang membayar zakat harus meniatkan zakat sebagai kewajiban dari
hartanya dan memaksudkannya kepada keridhaan Allah, sebab ikhlas adalah syarat
diterimanya semua ibadah, dan karena Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus"
[Al-Bayyinah : 5]

Lengkapnya silakan baca Minhajul Muslim, hal 406-410, Darul Falah

(SUMBER : http://www.mail-archive.com/assunnah@yahoogroups.com/msg04870.html)