Penerima Zakat
Delapan Asnaf
Zakat mal dan zakat fitrah harus diberikan kepada siapa yang disebut dalam Al Qur'an (surat At Taubah, 9 : 60) "Sesungguhnya zakat zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana..
Itulah yang biasa disebut delapan asnaf. Dari delapan asnaf itu di Indonesia tidak ada riqab dalam arti memerdekakan budak. Sebab di Indonesia tidak ada budak yang dimaksud itu.
Fakir, "Fakir dalam persoalan zakat ialah orang yang tidak mempunyai barang yang berharga dan tidak mempunyai kekayaan dan usaha sehingga dia sangat perlu ditolong keperluannya".
Miskin, Sekali lagi bahwa zakat itu hutang kepada Allah : "Miskin dalam persoalan zakat ialah orang yang mempunyai barang yang berharga atau pekerjaan yang dapat menutup sebagian hajatnya akan tetapi tidak mencukupinya, seperti orang memerlukan sepuluh dirham tapi hanya memiliki tujuh dirham saja. Jadi dengan kaidah di atas, bahwa fakir itu lebih parah dari miskin.
Amil, "Amil ialah orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat, menyimpannya, membaginya kepada yang berhak dan mengerjakan pembukuannya"
Mualaf
Mualaf ada 4 macam :
Pertama : Mualaf muslim ialah orang yang sudah masuk Islam tapi niatnya atau imannya masih lemah,maka diperkuat dengan diberi Zakat.
Kedua : Orang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka di kalangan kaumnya. Ia diberi zakat dengan harapan kawan kawannya akan tertarik masuk Islam.
Ketiga : Mualaf yang dapat membendung kejahatan orang kafir yang di sampingnya.
Keempat : Mualaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang membayar zakat.
Bagian ketiga dan keempat kita beri zakat sekiranya mereka kita perlukan, misalnya karena mereka kita beri zakat, maka kita tidak usah menyediakan angkatan bersenjata guna menghadapi kaum kafir atau pembangkang zakat yang biayanya pun akan lebih besar. Adapun polongan pertama dan kedua maka kita beri zakat tanpa syarat".
Riqab, Yang artinya mukatab ialah budak belian yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar ia dapat menebus dirinya untuk merdeka. Dalam hal ini ada syarat, bahwa yang menguasai atau memilikinya sebagai budak belian itu bukan si muzakki sendiri sebab jika demikian maka uang zakat itu akan kembali kepadanya saja. Demikian Al Bajuri jilid 1 halaman 294 : "Adapun mukatab oleh atau bagi muzakki tidak boleh diberi zakatnya, karena faidah pemberian zakat itu akan kembali kepadanya".
Gharim
Gharim ada tiga macam :
Pertama : orang yang meminjam guna menghindarkan fitnah atau mendamaikan pertikian/permusuhan.
Kedua : orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau keluarganya untuk hajat yang mubah.
Ketiga : orang yang meminjam karena tanggungan, misalnya para pengurus masjid, madrasah atau pesantren menanggung pinjaman guna keperluan masjid, madrasah atau pesantren itu"
Sabilillah., "Sabilillah ialah jalan yang dapat menyampaikan sesuatu karena ridla Allah baik berupa ilmu maupun amal. Jumhur Ulama mengartikan sabilillah di sini adalah perang. Bagian sabilillah (dari zakat) itu diberikan kepada para angkatan bersenjata yang lillahi-ta'ala artinya tidak mendapat gaji dari pemerintah." Pada zaman ini yang paling pentig bagian sabilillah itu ialah guna membiayai para propagandis Islam dan mengirim mereka ke negara-negara non Islam guna penyiaran agama Islam oleh lembaga lembaga Islam yang cukup teratur dan terorganisasi. Termasuk sabilillah ialah nafkah para guru-guru sekolah yang mengajarkan ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya yang diperlukan oleh masyarakat umum" Soal sabilillah ini sebaiknya kita mengambil faham yang luas, sebab jika mengambil faham yang sempit sekarang ini di Indonesia tidak ada sabilillah.
Ibnussabil, "Adapun ibnusabil ialah orang yang mengadakan perjalanan dari negara di mana dikeluarkan zakat, atau melewati negara itu. Dia dia diberi zakat jika memang menghajatkan dan tidak bepergian untuk ma'siat".
Bagian ini tidak setiap waktu ada, akan tetapi baiklah untuk itu disediakan sekedarya.
Beberapa ketentuan khusus
a. Pengaturan bagi fakir miskin
Bila hasil pengumpulan zakat cukup banyak, seharusnya pembagian untuk para fakir miskin diatur demikian : "Fakir miskin yang biasa berdagang (ada pengalaman dan pengetahuan berdagang) diberi modal berdagang yang besarnya diperkirakan keuntungannya cukup guna biaya hidup, agar sekali diberi untuk selamanya. Atau mereka dapat bekerja sebagai tukang kayu, batu dan lain-lainnya, mereka diberi alat alatnya agar dengan alat-alat itu mereka bekerja sehingga sekali diberi alat untuk selamanya. Jika berdagang tidak dapat, bertukang pun tidak dapat, ia akan diberi bekal seumur ghalib (umur rata-rata 63 tahun). Iman Kurdi berpendapat bahwa bukanlah kepada orang yang tidak dapat berdagang maupun bertukang itu langsung diberi uang yang mencukupi hidupnya seumur Ghalib; tetapi yang dimaksud orang itu diberi modal yang sekiranya hasil yang diperoleh dari modal itu dapat mencukupi hidupnya. Oleh karena itu maka modal itu harus dibelikan tanah pekarangan atau binatang ternak; apabila ia mempunyai kemahiran mengolah/memeliharanya."
Dengan dasar keterangan di atas, maka harta zakat itu baik sekali dijadikan modal usaha, misalnya sepuluh orang fakir, hasil mereka dari zakat dijadikan modal semisal pabrik tahu. Mereka bekerja bersama dan hasilnya dimakan bersama pula. Zakat dalam Al-Qur'an kadang-kadang disebut dengan kata shadaqah misalnya : dan kadang-kadang disebut dengan kata infak, misalnya : Zakat hukumnya wajib, sedangkan shadaqah jika dimaksud zakat maka hukumnya wajib juga, tapi shadaqah yang tidak dimaksud zakat maka hukumnya sunat. Adapun infak jika dimaksud zakat maka hukumnya wajib, tetapi infak yang tidak dimaksudkan zakat maka hukumnya ada yang wajib juga seperti infak kepada isteri, orang tua dan anak. Jawab Rasulullah : Betul pendapat Ibnu Mas'ud itu, suamimu dan anak-anakmu adalah orang yang lebih berhak menerima shadaqahmu/zakatmu. Hadis itu diriwayatkan oleh Bukhari.
b. Zakat kepada sanak kerabat
Memberikan zakat kepada sanak kerabat itu demikian baiknya, karena selain memberi akan berarti juga merapatkan persaudaraan (silaturahim). Adapun yang dimaksud sanak kerabat itu misalnya saudara laki-laki atau perempuan, paman, bibik, uwak dan lain-lain asal mereka termasuk mustahik.
Demikian sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan Tirmidzi sebagai hadis hasan. "Shadaqah kepada orang miskin (yang bukan kerabat) itu mendapat pahala sadaqah, sedangkan sadaqah kepada si miskin yang kerabat itu mendapat dua pahala, pahala silaturahim dan pahala sadaqah".
c. Zakat kepada pencari ilmu
Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama jika yang dipelajari itu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh agama, dan mereka karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah. Demikian kitab Fikhussunnah jilid I halaman 407 : "Jika orang dapat berusaha mencari nafkah dengan cara yang sesuai dengan keadaannya akan tetapi ia masih sibuk menghasilkan ilmu syariat, dan sekiranya ia berusaha mencari nafkah maka akan terputus usaha mencari ilmu itu, maka kepadanya boleh diberikan zakat karena menghasilkan ilmu yang serupa itu hukumnya fardu kifayah" Adapun pelajar, mahasiswa yang tidak ada harapan berhasil belajarnya, kepada mereka tidak boleh diberikan zakat. "Adapun orang yang menurut perhitungan tidak akan menghasilkan pelajarannya, maka tidak halal zakat baginya sekiranya ia dapat berusaha, meskipun nyatanya ia masih duduk dibangku sekolah".
d. Zakat kepada suami yang fakir
Seorang isteri yang memiliki kekayaan berupa barang yang wajib dizakati dan barang itu telah cukup senisab, maka ia boleh mernberikan zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahik dan zakat yang diterimanya tidak akan dijadikan nafkah kepada isterinya. Dalam hal ini ada dasar hukum dari hadis Bukhari : "Abu Said Al Hudri mengatakan, bahwa Zainab isteri Adu Mas'ud berkata : Wahai Rasulullah, Engkau hari ini memerintahkan bershadaqah/berzakat. Saya mempunyai perhiasan dan akan saya shadaqahkan/saya zakati, sedangkan Ibnu Mas'ud (suamiku) berpendapat, bahwa ia dan anak anaknya adalah orang~rang yang lebih berhak menerima shadaqah/zakatku. Maka Rasulullah bersabda pendapat Ibnu Mas'ud itu betul, bahwa suami dan anakmu lebih berhak daripada orang lain untuk menerima shadaqahmu" Riwayat Bukhari.
e. Zakat kepada orang shaleh
Diseyogyakan zakat dibenkan kepada ahli-ahli ilmu dan orang-orang yang baik adab kesopanannya. Orang yang bila diberi zakat akan dipergunakan untuk maksiat, maka orang semacam itu janganlah diberi zakat.
Dalam hal itu Abu Said Al Hudri meriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda : "Gambaran orang mukmin dengan imannya seperti kuda dengan tali ikatnya, sekali sekali kuda itu lepas tapi kembali lagi kepada tali ikat itu. Demikian orang mukmin kadang kadang lupa tetapi kembali lagi kepada imannya. Berikanlah makanan kepada orang-orang yang takwa dan orang-orang mukmin yang baik-baik".
Adapun orang yang dianggapnya kurang baik, akan tetapi jika diberi zakat ada harapan akan baik, maka orang serupa itu sebaiknya diberi. Demikian Kitab Fikhussunnah jilid I halaman 405 : "Kecuali bila pemberian zakat itu dapat menghadapkan mereka ke arah yang baik dan membantu mereka guna perbaikan diri mereka".
( SUMBER: http://www.lazyaumil.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=110)
PENERIMA ZAKAT-2
Penerima zakat ialah delapan golongan yang disebutkan Allah Azza wa Jalla di
kitab-Nya. Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana" [At-Taubah : 60]
Penjelasan tentang kedelapan penerima tersebut adalah sebagai berikut
[1] Orang-orang Fakir.
Orang fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya
dan kebutuhan orang-orang yang ia tanggung. Kebutuhan itu berupa makanan, atau
minuman, atau pakaian, atau tempat tinggal, kendati ia mempunyai harta
se-nishab.
[2] Orang Miskin.
Bisa jadi orang miskin itu kefakirannya lebih ringan, atau lebih berat daripada
orang fakir. Hanya saja hukum keduanya adalah satu dalam segala hal. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendefinisikan orang miskin dalam
hadits-haditsnya, misalnya beliau bersabda.
"Artinya : Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia dan bisa
disuruh pulang oleh sesuap makanan, atau dua suap makanan, atau satu kurma,
atau dua kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan
yang membuatnya kaya, tidak diketahui kemudian perlu diberi sedekah, dan tidak
meminta-minta manusia" [Diriwayatkan Bukhari]
[3] Pengurus Zakat.
Yaitu pemungut zakat, atau orang-orang yang mengumpulkannya, atau orang yang
menakarnya, atau penulisnya di dokumen. Petugas Zakat diberi upah dari zakat
kendati orang kaya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi lima orang
petugasnya, orang yang membeli zakat dengan hartanya, orang yang berhutang,
pejuang di jalan Allah atau orang miskin yang bersedekah dengannya kemudian
menghadiahkannya kepada orang kaya" [Diriwayatkan Ahmad]
[4] Orang-orang yang dibujuk hatinya.
Yaitu orang-orang yang lemah ke-Islamannya dan orang yang berpengaruh di
kaummnya. Ia diberi zakat untuk membujuk hatinya dan mengarahkannya kepada
Islam dengan harapan ia bermanfaat bagi orang banyak atau kejahatannya
terhenti. Zakat juga boleh diberikan kepada orang kafir yang diharapkan bisa
beriman atau kaumnya bisa beriman. Ia diberi zakat untuk mengajak mereka
kepada Islam dan membuat mereka cinta Islam.
Jatah ini bisa diperluas distribusinya kepada semua pihak yang dapat mewujudkan
kemaslahatan bagi Islam dan kaum Muslimin, misalnya para wartawan atau penulis.
[5] Memerdekakan Budak.
Yang dimaksud dengan point ini ialah bahwa seorang Muslim mempunyai budak,
kemudian dibeli dari uang zakat dan dimerdekakan di jalan Allah. Atau ia
mempunyai budak mukatib (budak yang membebaskan dirinya dengan membayar
sejumlah uang kepada pemiliknya), kemudian ia diberi uang zakat yang bisa
menutup kebutuhan pembayaran dirinya, hingga ia bisa menjadi orang merdeka.
[6] Orang-orang yang Berhutang
Yaitu orang-orang yang berhutang tidak di jalan kemaksiatan kepada Allah,
Rasul-Nya, dan mendapatkan kesulitan untuk membayarnya. Ia diberi zakat untuk
melunasi hutangnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi tiga orang : Orang
yang sangat Miskin, atau orang yang berhutang banyak, atau orang yang
menanggung diyat (ganti rugi karena luka, atau pembunuhan)" [Diriwayatkan
At-Timridzi dan ia meng-hasan-kannya]
[7] Di jalan Allah.
Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah Ta'ala dan
Surga-Nya, terutama jihad untuk meninggikan kalimat-Nya. Jadi penjuang di jalan
Allah Ta'ala diberi zakat kendati dia orang kaya. Jatah ini berlaku umum bagi
seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum agama, misalnya pembangunan rumah-rumah
sakit, pembangunan sekolah-sekolah, dan pembangunan panti asuhan anak-anak
yatim. Tapi yang harus didahulukan ialah yang terkait dengan jihad, misalya
penyiapan senjata, perbekalan, pasukan, dan seluruh kebutuhan jihad di jalan
Allah Ta'ala.
[8] Ibnu Sabil.
Yaitu musafir yang terputus dari negerinya yang jauh. Ia diberi zakat yang bisa
menutupi kebutuhannya di tengah-tengah keterasingannya kendati ia kaya di
negerinya. Ia diberi zakat karena ia terancam miskin di perjalanannya dan ini
dengan syarat tidak ada orang yang meminjaminya uang yang bisa memenuhi
kebutuhannya. Jika ia memungkinkan bisa pinjam uang kepada seseorang, ia wajib
meminjamnya dan tidak berhak diberi zakat selagi ia kaya di negerinya.
Kemudian, saya ringkaskan Catatan tambahan dari Syaikh Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi.
Catatan.
[1]. Jika seorang muslim menyerahkan zakat hartanya kepada kelompok manapun di
antara kedelapan kelompok di atas, maka sah. Hanya saja, ia harus memberikannya
kepada pihak yang paling membutuhkan dan paling besar kebutuhannya. Jika
zakatnya berupa uang yang banyak, kemudian ia membagi-bagikannya kepada
masing-masing kedelapan kelompok tersebut, maka itu baik sekali.
[2]. Orang muslim tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang wajib ia
nafkahi, misalnya kedua orang tuanya, atau anak-anaknya, dan seterusnya, serta
isteri-isterinya, karena ia berkewajiban menafkahi mereka.
[5]. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, atau orang fasik seperti
orang yang meninggalkan shalat, orang yang melecehkan syariat Islam, dan lain
sebagainya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya
: Zakat diambil dari orang-orang kaya mereka, dan dikembalikan kepada
orang-orang fakir mereka".
Maksudnya ialah zakat diambil dari orang-orang kaya kaum Muslimin dan
dikembalikan kepada orang-orang fakir kaum Muslimin. Zakat juga tidak boleh
diberikan kepada orang kaya dan orang kuat yang bisa kerja, karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Orang kaya tidak mempunyai bagian terhadap zakat dan juga orang uat
yang bisa kerja" [Diriwayatkan Ahmad]
Maksudnya orang yang bisa kerja sesuai dengan kadar kecukupannya.
[6]. Zakat tidak boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain yang jauhnya
sejauh perjalanan yang dibenarkan melakukan shalat qashar, atau lebih, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Zakat itu dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka" Para ulama
mengecualikan jika disuatu negeri tidak ada orang-orang fakir atau suatu negeri
mempunyai kebutuhan yang sangat besar, maka zakat boleh di pindah ke negeri
yang di dalamnya terdapat orang-orang fakir. Tugas ini dilaksanakan imam
(pemimpin) atau wakilnya.
[8] Zakat tidak sah kecuali dengan meniatkannya. Jika seseorang membayar zakat
tanpa meniatkannya, maka tidak sah, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya semua amal perbuatan itu harus dengan niat, dan setiap
orang itu sesuai dengan niatnya".
Jadi orang yang membayar zakat harus meniatkan zakat sebagai kewajiban dari
hartanya dan memaksudkannya kepada keridhaan Allah, sebab ikhlas adalah syarat
diterimanya semua ibadah, dan karena Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus"
[Al-Bayyinah : 5]
Lengkapnya silakan baca Minhajul Muslim, hal 406-410, Darul Falah
(SUMBER : http://www.mail-archive.com/assunnah@yahoogroups.com/msg04870.html)