Menggosok Gigi di Siang Hari dalam Keadaan Berpuasa

Ditulis oleh Dewan Asatidz

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saya ingin menanyakan apakah boleh kita menggosok gigi pada saat puasa Ramadhan?? Mohon penjelasannya.

Wassalamualaikum wr. wb,

Emilia

Assalamu'alaikum wr. wb.

Dalam sebuah hadist sahih Rasulullah bersabda "Aroma mulut orang yang puasa, lebih harum di sisi Allah dibandingkan dengan aroma minyak misik"(Muslim, Tirmidzi dll).

Berdasakan hadist tersebut, ulama Syafi'i, Maliki dan Hanafi mengatakan ber-siwak, termasuk juga gosok gigi, karena keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu membersihkan mulut, hukumnya makruh setelah waktu masuk waktu dhuhur hingga maghrib. Melakukannya pada waktu pagi hingga siang tetap disunnahkan. Alasannya, karena umumnya seorang yang puasa, aroma mulutnya yang kurang sedap muncul setelah waktu siang. Karena aroma tersebut di sisi Allah mempunyai keutamaan maka makruh menghilangkannya dengan bersiwak atau gosok gigi. Sesuai, pendapat ini sebaiknya melakukan gosok gigi pada pagi hari sebelum waktu dhuhur masuk. Makruh adalah bila ditinggalkan mendapatkan pahala, namun bila dilakukan tidak mendapat dosa. Ketika menggosok gigi sebaiknya tidak berlebih-lebihan, khususnya dalam berkumur karena ini hukumnya makruh, cukup dilakukan sewajarnya saja, karena dikhawatirkan ada air yang tanpa kontrol masuk ke dalam perut hingga membatalkan puasa. Rasulllah mengajari "Kuatkan berkumur (ketika wudlu) kecuali bila kalian sedang puasa".

Demikian juga, sebaiknya tidak menggunakan odol, karena memasukkan sesuatu yang mempunyai rasa ke dalam mulut saat berpuasa hukumnya juga makruh. Ulama Hanbali mengatakan tidak apa-apa melakukan siwak/gosok gigi dalam keadaan puasa, seperti riwayat Amir bin Rabi'ah " Aku melihat Rasulullah s.a.w. melakukan siwak tak terhitung, padahal beliau puasa".

Wassalam

Muhammad Niam


Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=820&Itemid=1


Kontroversi Hukum Sikat Gigi / Siwak Saat Puasa
Saat bulan puasa seperti ini, kita sering mendapati sebagian saudara kita yang tidak mau melakukan siwakan atau tidak mau menggosok giginya dengan alasan hukumnya adalah makruh. Lantas bagaimanakah hukumnya yang sebenarnya? Mari kita bahas berikut ini.

Para ulama berselisih mengenai hukum bersiwak saat puasa. Secara umum mereka terbelah ke dalam dua pendapat.

Pendapat pertama; Hukum bersiwak saat berpuasa tidak makruh secara mutlak.

Yang berpendapat seperti ini adalah Umar bin Khathab, Ibnu Abbas, Aisyah, Urwah bin Zubair, Ibnu Sirin, an-Nakh'i, Abu Hanifah, Malik, Abu Syamah, Ibnu Abdissalam, Nawawi (pendapat yang beliau rajihkan dari segi dalil), al-Muzanni, dan Ibnu Hajar.

Pendapat kedua; Hukum bersiwak saat berpuasa, khususnya ketika matahari telah condong dari tengah-tengah siang, adalah makruh.

Yang berpendapat seperti ini adalah Atha', Mujahid, Syafi'i, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur.

Argumen Masing-Masing Pendapat

Agumen pendapat pertama

1. Hadits-hadits tentang siwak yang secara umum memerintahkan bersiwak tanpa batasan waktu.

Di antaranya sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

السواك مطهرة للفم مرضاة للرب.

"Bersiwak itu menjadikan mulut bersih dan diridhai Tuhan." (HR. Ahmad; hadits shahih)

Beliau juga bersabda,

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة.

"Seandainya aku tidak takut memberatkan atas umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap (akan) shalat." (Muttafaq Alaih)

Tanggapan:

Ini adalah dalil-dalil umum yang ditakhshis oleh dalil-dalil khusus tentang makruhnya bersiwak saat berpuasa.

Bantahan atas tanggapan:

Jika memang dalil-dalil khusus tersebut shahih, kami akan menerimanya, tetapi jika dalil-dalil khusus tersebut tidak shahih, maka kami tidak menerimanya.

2. Atsar dari Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu Anhu.

Abdurrahman bin Ghanam berkata, "Aku bertanya kepada Mu'adz bin Jabal, 'Apakah aku bersiwak saat berpuasa?' Mu'adz menjawab, 'Ya.' Aku bertanya, 'Pada saat apakah ketika siang?' Mu'adz menjawab, 'Pagi atau sore.' Aku berkata, 'Sesungguhnya orang-orang memakruhkannya pada waktu sore dan mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya bau mulut yang tidak enak dari orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik.' Mu'adz berkata, 'Subhanallah! Sesungguhnya beliau telah memerintahkan mereka dengan bersiwak. Adapun perintah mereka untuk mengeringkan mulut mereka secara sengaja tidak mengandung kebaikan apa-apa, bahkan mengandung keburukan." (HR. Thabrani dengan sanad jayyid sebagaimana yang dikatakan al-Hafizh dalam at-Talkhis [3/50])

Argumen pendapat yang mengatakan makruh

1. Hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

والذي نفس محمد بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك.



"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut tidak enak orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik." (Muslim, Ahmad, Nasa'i, dan lainnya; hadits shahih)Kemuliaan bau mulut yang tidak enak dari orang berpuasa patut dijaga karena ia lebih mulia daripada minyak misik.Tanggapan:

Istidlal dengan hadits ini tidak tepat, karena hadits ini tidak mengandung larangan untuk bersiwak saat berpuasa, sementara hukum makruh atau haram itu harus didasarkan dengan adanya larangan dari syara'. Hadits ini hanya menjelaskan keutamaan orang yang berpuasa yang biasanya bau mulutnya menjadi tidak sedap dan tidak memerintahkan agar sengaja untuk berbau mulut tidak sedap. Di sampaing itu, Ibnul Arabi (at-Talkhis, 3/50) dan Imam ash-Shan'ani (Subul as-Salam, 1/105) telah menjelaskan bahwa bau tidak enak mulut itu berasal dari dalam perut yang tidak dapat dihilangkan dengan bersiwak.

2. Diriwayatkan dari Ali bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا صمتم فاستكاوا بالغداة ولا تستاكوا بالعشي؛ فإنه ليس من صائم تيبس شفتاه بالعشي إلا كان نوراً بين عينيه يوم القيامة.

"Jika kalian berpuasa, maka bersiwaklah pada waktu pagi dan jangan bersiwak pada waktu sore, karena sesunguhnya tidak ada (balasan bagi) orang yang berpuasa yang kedua bibirnya kering pada waktu sore kecuali akan menjadi cahaya di depan kedua matanya pada hari kiamat." (HR. Baihaqi, Thabrani, Bazzar, dan Daruquthni)

Tanggapan:

Hadits ini dhaif karena di dalam sanadnya ada perawi Kaisan Abu Umar al-Qashar. Imam Ahmad, Ibnu Main, as-Saji dan Daruqtni mendhaifkannya. Lihat Tahdzib at-Tahdzib (3/396). Ibnu Hajar juga mendhaifkannya dalam at-Talkhis (1/62)

Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan hujjah. Di samping itu, hadits tersebut menjelaskan keringnya dua bibir orang yang berpuasa. Sementara siwak itu untuk mulut, bukan untuk bibir.

3. Abu Hurairah Radhiyallahu Anha berkata,

لك السواك إلى العصر، فإذا صليت العصر فألقه ،فإني سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول : " خلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك".

"Kamu boleh bersiwak hingga waktu ashar. Jika kamu telah shalat ashar, maka letakkanlah (tinggalkanlah) siwak, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Bau mulut yang tidak sedap dari orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau minyak misik.'" (HR. Daruquthni dan Baihaqi)

Tanggapan:

Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Amr bin Qais. Ibnu Hibban telah mendhaifkannya dalam kitab al-Majruhin (2/85), karena dia suka sendau gurau, memutarbalik sanad dan meriwayatkan yang bukan-bukan dari para perawi tsiqah. Imam Dzahabi dalam komentarnya atas Sunan Baihaqi (4/1650-1651)mengatakan bahwa Amr bin Qais adalah perawi yang amat lemah.

Kesimpulan:

Setelah melakukan telaah dan perbandingan atas hujjah-hujjah yang dijadikan sandaran oleh masing-masing pendapat di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan bersiwak itu sunnah setiap saat, termasuk ketika sedang berpuasa adalah pendapat yang rajih. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa bersiwak itu makruh bagi orang yang berpuasa, khususnya ketika setelah zawal (sebagian pendapat mengatakan setelah ashar) adalah pendapat yang lemah. Wallahu a'lam.



Oleh : Ibnu Main

http://wong-elite.blogspot.com/2010/08/kontroversi-hukum-sikat-gigi-siwak-saat.html